/200/
Tak kenal musim
Pun tak kenal usia
Agungnya cinta
/201/
Kata kata tak
Hanya satu anggukan
Misteri cinta
/202/
Gelapnya malam
Lanskap altocumulus
Menafsir cinta
/203/
Tawa di duka
Dalam duka di suka
Dusta cintamu
/204/
Daun kemuning
Menyesali dirinya
Saat mengering
/205/
Selembar daun
Pada pohon meranggas
Berdoa hujan
/206/
Kemarau panjang
Satu daun tertinggal
Sebatang pohon
/207/
Rumput berzikir
Terbenam matahari
Ufuk tetirah
/208/
Akhir Desember
Lahir tangis pertama
Kenal dunia
/209/
Akhir Desember
Lilin merah di altar
Panjatkan doa
/210/
Petik melati
Seharum bunga meihwa
Kangen Desember
/211/
Sejak burung Hong
Sesat di gurun Gobi
Desember sepi
/212/
Bulan Desember
Gugur bunga
Yangliu
Larut di Yang Tze
/213/
Sekuntum meihwa
Tersungkur di epitaf
Akhir Desember
/214/
Fajar menyingsing
Di awal januari
Burung bernyanyi
/215/
Bulan menghitam
Mata di lubang kunci
Bayangan maut
/216/
Di pucuk kota
Bulan berdarah. Jatuh
Di rumah bordil
/217/
Gerhana bulan
Hutan pinus membisu
Kota memucat
/218/
Kentong dipukul
Berbuah pohon walang
Bulan gerhana
/219/
Sepasang ikan
Riak aquarium
Pagi membuncah
/220/
Belibis terjun
Air kolam mengombak
Menutup tahun
/221/
Di tepi kolam
Menulis memorial
Tahun berakhir
/222/
Jalan membentang
Di pintu awal tahun
Mesti ditantang
/223/
Tak habis syukur
Nafas masih mengalun
Ditutup tahun
/224/
Jatuh melayang
Zikir selembar daun
Mencari bumi
/225/
Seusai senja
Hari semakin kelam
Kita tenggelam
/226/
Mengayuh jukung
Riak di arus sungai
Menyapa fajar
/227/
Surya tenggelam
Sujud belalang sembah
Di ujung ranting
/228/
Kenangan siang
Masih melekat harum
Dalam tidurku
/229/
Kau tahu ? Senja
Samar caya dan kita
Meluput maya
/230/
Cahya lantera
Dihembus angin malam
Tetap menyala
/231/
Semakin gelap
Semakin kunyalakan
Lantera jiwa
/232/
Nyala lantera
Menyusur bayang bayang
Seribu rupa
/233/
Belalang sembah
Mengangkat dua tangan
Memuja bulan
/234/
Kembang ilalang
Angin musim kemaru
Memutih bukit
/235/
Bukit berdentang
Sampai ke batas senja
Pembelah batu
/236/
Ruh ruh notasi
Di menara katedral
Di malam natal
/237/
Puncak octavo
Guido Van Arizo
Bangkit di natal
/238/
Piano natal
Di rahim gregorians
Lahir Beethoven
/239/
Petikan gitar
Di dalam hening malam
Memuji tuhan
/240/
Bengawan Solo
Requiem kematian
Musik keroncong
/241/
Malam rock and roll
Matinya celebrity
Di legeslatif
/242/
Lama menunggu
Hanya kepak lelawa
Membawa sunyi
/243/
Semua fana
Hanya satu abadi
Nama terpuji
/244/
Bunga kenanga
Gigil di ujung tangkai
Angin kemarau
/245/
Kota pun kuyup
Kilat membelah kelam
Hujan mencengkam
/246/
Hujan menderas
Pedagang kaki lima
Gulung dagangan
/247/
Embun bergayut
Kembang mawar merekah
Kumbang mengintai
/248/
Setiap malam
Mawar tanpa berduri
Bibir merekah
/249/
Mengapa risau
Surya masih di ufuk
Merajut cinta
/250/
Menapak jalan
Di bawah gugus bintang
Meracik duka
/251/
Tuhan di mana
Tak ada dalam
diri
Kalbuku sunyi
/252/
Malam berzikir
Air mata mengalir
Diri yang fakir
/253/
Ayam berkokok
Alam tetirah bagkit
Fajar memancar
/254/
Ada pertanda
Rama rama yang terbang
Masuk ke rumah
/255/
Di milad Tardji
Kujabat tangan Sitor
Sajak nadinya
/256/
Duduk berdua
Santap malam lebaran
Sitor berkisah
/257/
Semakin senja
Kami menatap mega
Sitor bersajak
/258/
Di dalam sajak
Sitor menunggu bulan
Tanah kuburan
/259/
Pergilah sitor
Tunggu aku di sana
Di sisi tuhan
/260/
Bulan Desember
Bulan kelahiranku
Sitor berpulang
/261/
Sitor tak mati
Ruhnya dalam
puisi
S’lalu bernyanyi
/262/
Segumpal darah
Dalam rahim bertakdir
Bulan Desember
/263/
Payung Desember
Aku temukan damai
Di dalam hujan
/264/
Burung berkicau
Rindang pohon mahoni
Memakna pagi
/265/
Di depan pintu
Selawat beras kuning
Datang di rantau
/266/
Lilin Desember
Menyala dipadamkan
Tahun usia
/267/
Desember silam
Masih kicau burungnya
Setiap pagi
/268/
Ungut pialing
Hati nang karindangan
Supan bapadah
/269/
Cinta merekah
Mengharum kembang goyang
Guring sabantal
/270/
Pagi membentang
Pohonan yang
ranggas
Merindu burung
/271/
Duduk bermenung
Hari gelisah resah
Dimabuk rindu
/272/
Pagi menggema
Jeritan pohon para
Di sadap pisau
/273/
Secangkir kopi
Mengenang jejak
langkah
Di masa lampau
/274/
Di hari ibu
Aku mencari ibu
Ibu Pertiwi
/275/
Di mana ibu
Letih sudah mencari
Di hari ibu
/276/
Di kota tua
Saat Jakarta banjir
Memotret diri
/277/
Burung pun cemas
Senja berkabut asap
Ke mana pulang
/278/
Bukit terkapar
Api padang ilalang
Riuh lelatu
/279/
Ombak mendebur
Pecah di tebing karang
Simponi pagi
/280/
Membersih pikir
Melurus jalan akal
Malam tahajud
/281/
New year di pintu
Kutantang kehidupan
Siapa takut
/282/
Panas menggantang
Pecahan buah para
Jatuh di lembah
/283/
Di kehidupan
Memaknai usia
Semasa hayat
/284/
Beranda tahun
Tutup kitab memori
Menyusun langkah
/285/
Sujud sajadah
Menapak tangga Kabah
Hablumminallah
/286/
Maaf dan ridho
Tulus damai di kalbu
Hablumminannas
/287/
Merusak alam
Kesombongan manusia
Arasy bergoncang
/288/
Bencana alam
Terpujilah beruzlah
Ujian Allah
/289/
Apa dicari
Manusia bersengketa
Cuma derita
/290/
Memantra bintang
Pelaut padewakang
Menakluk laut
/291/
Angin berzikir
Pepohonan bertakbir
Surya gelincir
/292/
Tanam harapan
Bismillah ayun langkah
Di awal tahun
/293/
Beranda cinta
Seg’las kopi berdua
Mereguk bulan
/294/
Di Sarang Tiung
Ombak mengejar cinta
Ke pantai senja
/295/
Gelar sajadah
Tidak berimam lain
Hanya al sunnah
/296/
Senoktah salah
Tergores hati ibu
Arasy bergoncang
/297/
Bakti anaknya
Tinggi gunung
tak s’banding
Ibu mengandung
/298/
Tuhan gantikan
Derita ibu bapa
Pada anaknya
/299/
Ombak membuncah
Buih rona lembayung
Di pantai senja
Tidak ada komentar:
Posting Komentar